Antraknosa ialah penyakit yang paling merugikan pada buncis, penyakit ini tersebar di seluruh daerah penanaman buncis di seluruh dunia. Tak dapat dihindari di Indonesia penyakit ini juga tersebar luas. Penyakit ini menyerang seluruh bagian tanaman di atas tanah, namun karena kerugian yang terbesar terjadi pada polong dan biji, pada umumnya antraknosa dianggap sebagai penyakit polong biji.
Gejala awal umumnya melalui infeksi pada batang dan daun terlebih dahulu daripada infeksi pada polong. Karena infeksi pada polong bersumber dari infeksi pada batang dan daun. Pada batang terdapat bercak-bercak jingga atau coklat kemerahan yang memanjang sepanjang sumbu batang. Membesar sedikit demi sedikit dan melekuk. Gejala pada daun kurang menyolok, tulang-tulang daun pada sisi bawah daun berubah warnanya dan dapat berwarna coklat kemerahan sampai hitam. Gejala yang paling jelas terdapat pada polong yang belum masak. Di sini terjadi bercak-bercak kecil yang dalam waktu pendek dapat meluas sehingga mempunyai garis tengah 1 cm.
Penyebab penyakit ini adalah jamur Colletotrichum lindemuthianum. Jamur ini tumbuh dengan baik pada kondisi kelembaban udara 98% atau lebih. Infeksi tidak dapat terjadi pada suhu di atas 27ºC. Akan tetapi pada suhu 17ºC dapat terjadi banyak infeksi.
Untuk menanggulangi penyakit ini dapat dilakukan dengan hanya menanam biji yang benar-benar sehat, apabila terjadi infeksi yang berat pada suatu lahan sebaiknya tidak ditanami dengan buncis selama 2-3 tahun untuk menghindarkan terjadinya infeksi dari sisa-sisa tanaman, perbaikan bercocok tanam, seperti menanam tidak terlalu rapat agar kelembaban tidak terlalu tinggi di sekitar tanaman, perbaikan drainasi, dan menanam pada musim kering.
(Semangun, Haryono. 2000. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press)
Post a Comment