Sering melihat bule menenteng tas , atau ibu-ibu dan kaum hawa berangkat ke acara resmi..? Pernahkah anda menyangka kalau tas-tas yang dipakai atau diperjual belikan di mall-mall terkenal itu berasal dari bahan baku pohon gebang...?
Pohon jenis palem bernama gebang awalnya bukan lah pohon yang bernilai istimewa. Namun pohon berbatang tunggal setinggi 15-20 sentimeter dengan daun berbentuk kipas dan bertangkai panjang tersebut ternyata punya nilai ekonomis. Dan telah mampu menjadi bahan dasar produk Export andalan dengan tujuan negara Australia dan Jerman.
Bagi Tusiran warga Desa Janti, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo,Yogyakarta pohon itu terbilang berharga karena merupakan sumber bahan baku kerajinan serat tumbuhan. Ya kerajinan yang sekarang ini telah mampu menghidupi keluarganya serta mampu menciptakan lapangan kerja bagi lingkungan sekitarnya.
Serat tumbuhan yang kuat atau lebih dikenal dengan nama "agel" dihasilkan dari tangkai daun pohon gebang. Setelah dibelah, direndam, dan dijemur, serat itu dirangkai menjadi tali berukuran kecil. Dari bahan baku tersebut, sejumlah produk kerajinan dapat dihasilkan.
Menurut cerita penduduk, konon pada masa penjajahan Jepang helai-helai pita dari olahan janur pohon bernama Latin Corypha utan lamk itu ramai diperdagangkan. Selain sebagai bahan pembuat bagor (karung beras) dan tas, olahan daun gebang juga bisa menjadi substitusi bahan baku pakaian. Saat itu benang memang sulit didapat. Bagor juga identik dengan pakaian pekerja Romusha atau kerja paksa pada masa Jepang. Akan tetapi sayangnya saat ini pohon gebang sangat jarang sekali bisa dijumpai di sini akibat dari Kebijakan pemerintah pusat perihal peningkatan tanaman pangan sekitar tahun 1970-1980, petani pohon gebang pada waktu itu akhirnya mesti mengorbankan lahannya untuk ditanami tanaman pangan.
Akhirnya saat ini pemerintah kabupaten pun merintis pengembangan agel menjadi aneka produk kerajinan bernilai ekonomis, seperti tas, keranjang, sandal, dan topi. Kebutuhan bahan baku agel didatangkan dari luar daerah, seperti Semarang dan Jawa Timur. Hingga kini, keterampilan menganyam agel tetap dimiliki sebagian penduduk, termasuk mereka yang berusia remaja.
Tempat aktivitas kerajinan agel, enceng gondok, dan pandan telah terbentuk secara alami. Rumah di pinggir Jalan Raya Wates-Magelang telah dipermak menjadi ruang pajang hasil produksi sekaligus tempat usaha.
Berikut ini adalah beberapa contoh gambar hasil kerajinan tas berbahan agel dari Bapak Tusiran
Post a Comment