Kini sampah organik
seperti limbah sayuran dan buah-buahan bisa diolah menjadi bahan bakar
bioetanol. Antonious Lulut Iswanto, pengusaha asal Sawangan Depok bisa
mengolah sampah-sampah organik yang tak terpakai dari Pasar Induk Kramat Jati
menjadi Bioetanol. Harga bioetanol berkadar 50% sekitar Rp. 5000 per liter.
“Melalui usaha ini saya mendapatkan omzet kira-kira 12 juta per bulan,” kata
Antonious saat dihubungi Sinar Tani.
Antonious mengatakan
awal mula ide mengolah sampah menjadi bioetanol karena melihat banyaknya
tumpukan sampah yang sama sekali tidak dimanfaatkan kembali di Pasar Induk
Kramat Jati tersebut. “Dari setiap truk yang mengangkut buah, sebanyak 30% dari
isi truk tersebut pasti menjadi sampah. Melihat hal yang mubazir seperti itu,
saya dan rekan-rekan saya mencari cara bagaimana mengolah kembali sampah buah
ini. Akhirnya kita putuskan untuk mengolahnya menjadi bioetanol karena masih
terbilang langka”, jelas Antonious.
Dari uji coba yang
dilakukan, dapat dihasilkan bioetanol dengan kandungan sekitar 85%.”Kami
lakukan berkali-kali dengan mesin khusus untuk memproses selulosa menjadi
glukosa. Kemudian melalui proses pembakaran dihasilkan bioetanol”, ujarnya.
Antonious mengolah
bioetanol tersebut dalam ruangan yang mampu menampung 100 drum plastik yang
tertutup rapat. Didalam drum yang masing-masing berkapasitas 100 liter tersebut
berisi cairan fermentasi yang berasal dari sampah. “Saya mengangkut sebanyak 12
drum sampah setiap hari dari pasar induk Kramatjati ke lokasi produksi. Terdiri
dari sampah semangka, pepaya, dan jeruk,” kata pria yang juga berprofesi
sebagai guru aerobic di Senayan Sport Center ini.
Kemudian
sampah-sampah tersebut digiling termasuk kulit buahnya secara terpisah. Setiap
sampah buah tidak dicampur dengan sampah yang lain. Misalnya sampah semangka
digiling hanya bersama semangka, dan jeruk dengan jeruk. Kemudian cairan hasil
penggilingan itu ditempatkan pada drum. Cairan itu akan difermentasi
dalam waktu satu minggu. “Setiap drum hanya berisi satu jenis cairan buah,”
kata Antonius.
Kemudian tambahkan 9
keping ragi, 2 sendok makan urea, dan 1 sendok makan NPK dalam 100 liter cairan
fermentasi. “Khusus untuk cairan fermentasi jeruk saya menambahkan air bersih
dengan rasio 1:1,” kata Alumni STIE Perbanas ini.
Cairan fermentasi
kemudian disuling menjadi bioetanol. Sulingan pertama menghasilkan bioetanol
berkadar 40-50%. Bioetanol ini bisa dipakai untuk bahan bakar kompor. Bila
hasil sulingan pertama itu disuling sekali lagi maka akan menghasilkan
bioetanol berkadar 90%. “Saya menghasilkan 80-100 liter bioetanol berkadar 50%
setiap hari kecuali hari minggu sehingga total produksi bisa mencapai sekitar
2400 liter per bulan,” kata Antonius.
Post a Comment