Perbanyakan jeruk di Indonesia umumnya dilakukan dengan menyambung suatu batang bawah JC atau RL dengan batang atas komersial yang dikehendaki. Dalam proses pembuatan bibit jeruk berlabel bebas penyakit alur peredaran mata tempel (entris) sudah dibakukan secara nasional dan perlu disosialikan oleh semua pihak yang berkepentingan. Alur peredaran entris jeruk dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Dari alur pada Gambar di atas dapat dijelaskan bahwa distribusi mata tempel jeruk diawali dari penentuan calon pohon induk jeruk sampai menghasilkan pohon induk jeruk bebas penyakit. Pada tahapan tsb. pengelolaannya dilakukan oleh BALITJESTRO, dimana sampai dengan tahun 2010 pohon induk bebas virus yang telah dihasilka mencapai ± 220 varietas , sedangkan untuk tanaman induk jeruk bebas penyakit kelas benih Dasar dan benih Pokok (Blok Fondasi dan BPMT) pengelolaannnya dapat dilakukan oleh Dinas Pertanian, Pengangkar swasta (petani) yang mampu. Bagi penangkar yang tidak memiliki induk sumber mata tempel (BPMT) sendiri diwajibkan mengambil entris dari BPMT lainyang terdekat.
Walaupun system perbanyakan jeruk sudah dibakukan secara nasional, pada kenyataan yang ada di lapang saat ini adalah kurangnya ketersediaan benih bermutu. Banyak petani mengeluhkan bahwa benih jeruk yang ada dipasaran kualitasnya rendah, ditandai dengan kondisi fisik benih yang merana/kurang subur, perakarannya jelek, batang bawahnya tidak seragam bahkan kemurnian varietasnya tidak bisa dijamin kebenarannya. Dari analisa di lapang, umumnya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya mutu bibit jeruk saat ini antara lain adalah kurang ketersediaan entries batang atas dan batang bawah yang dibutuhkan. Umumnya penangkar tidak menggunakan entris dari BPMT tetapi mengambil dari pohon produksi biasa yang status penyakitnya tidak diperhitungkan. penggunaan entris yang dorman dan tidak terdaftar proses produksinya pada Dinas Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).
Kurangnya ketersediaan batang bawah juga menjadi masalah utama penyediaan benih bermutu. Hal ini disebabkan permintaan yang sangat tinggi terhadap benih JC, namun pertanaman khusus untuk batang bawah tidak tersedia. Sebagai contoh, pada tahun 2010 Kalbar membutuhkan biji 80-100 kg atau setara dengan 320.000-400.000 batang bawah; kebutuhan untuk sentra produksi lainnya belum terekam dengan baik. Untuk memenuhi kebutuhan yang amat tinggi ini, maka pedagang umumnya menjual biji dengan kualitas rendah, yaitu biji yang masih muda dan tercampur oleh biji jeruk varietas lainnya, sedangkan penangkardengan alasan efisiensi maka akhirnya menggunakan semua semaian yang tumbuh, tidak melakukan seleksi terhadap semai batang bawah yang menyimpang dan berakar bengkok,
Pemerintah telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan dan pengembangan agribisnis jeruk di Indonesia untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, pemenuhan bahan baku industri, subtitusi impor dan mengisi peluang pasar ekspor. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka pembangunan agribisnis jeruk harus diawali pada pembangunan perbenihan, artinya agribisnis jeruk yang berkelanjutan dan kompetitif menuntut dukungan industri benih yang tangguh, dimana pola perbenihan harus dirubah dari yang tradisional menuju industry perbenihan masal dan berkualitas tinggi yaitu, bebas penyakit serta ‘true-to-type’ atau kualitas benih yang dihasilkan sesuai dengan induknya.
Perkembangan protokol kultur jaringan dalam perbanyakan sel dan jaringan telah sampai kepada level yang memungkinkan untuk melakukan industrialisasi perbenihan dan penyedian bahan dasar industri. Teknologi kultur jaringan tanaman memiliki berbagai keuntungan dibanding metode tradisional seperti mampu memperbanyak tanaman dengan level yang sama dengan induknya, menghasilkan tanaman yang bebas penyakit, mengatasi permasalahan perbanyakan tanaman yang tidak dapat diperbanyak secara normal termasuk hasil transformasi, membersihkan tanaman unggul dari kontaminasi pathogen dan menjadikannya sebagai tanaman induk.
Mengapa Somatik Embriogenesis?
Embryogenesis somatik adalah suatu pembentukan embrio dari bagian somatik tanaman yang bukan termasuk sel zygotic. Sumber sel somatik ini biasanya secara alamiah tidak terlibat dalam pembentukan dan perkembangan embrio. Embrio somatik secara morfologi juga sama dengan embrio zygotic yaitu bipolar dengan tipe organ yang sama terdiri dari radical, hypocotyls dan cotyledone. Embrio zygotic dan somatik memiliki karakteristik tahapan perkembangan yang sama, kecuali pada tahap yang paling awal, karena berasal dari dua jenis sel yang berbeda.
Secara praktikal, embryogenesis somatik dimulai dengan menanam bagian vegetative tanaman seperti daun, akar, bunga dari tanaman induknya. Setelah melalui prosedur sterilisasi, bagian tersebut ditanam pada medium untuk induksi kalus, perbanyakan kalus, induksi kalus embrogenik dan diferensiasi serta regenerasi. Embryogenesis somatik untuk membentuk embrio somatik terjadi ketika sel-sel baru terbentuk dari eksplan, badan-badan globular, heart, torpedo dan kotiledon hingga plantlet dibentuk pada fase tumbuh kalus embriogenik, diferensiasi, dan regenerasi.
Somatik Embriogenesis pada jeruk
Pada tanaman jeruk, perbanyakan dengan menggunakan teknologi SE dimulai dengan menanam in vitro eksplan jaringan nuselus yang didapat pada biji muda (12-14 minggu setelah bunga mekar). Secara umum pada jaringan nuselus, kalus dan embrio akan tumbuh secara bersamaan pada minggu ke 2-6. Kalus akan tumbuh pada bagian ujung serta seluruh permukaan, kemudian diikuti oleh tumbuhnya embrio yang berasal dari jaringan bagian dalam. Jumlah embrio yang langsung tumbuh berkisar antara 5-20 buah/eksplan tergantung varietasnya.
Kalus yang dihasilkan dapat diperbanyak baik di media padat maupun cair. Pada media padat yang optimal, setiap 1000 mg kalus dapat tumbuh dan memperbanyak diri 30 - 50% dari volume asal setiap 4 minggu (setiap sub kultur), dan proses multiplikasi ini akan berlangsung terus sepanjang media yang mendukung selalu optimal.
Proses multiplikasi kalus dapat kita hentikan dengan merubah komposisi media tumbuh, dimana kalus yang tumbuh kita induksi untuk berkembang menjadi embrio. Tahapan pertumbuhan embrio dapat terlihat dari perubahan secara fisik kalus yang dikulturkan. Dari kultur dengan struktur halus, akan berubah secara perlahan menjadi kalus berstruktur remah, bulat dan akhirnya menjadi embrio sempurna berwarna hijau. Setiap 100 mg kalus embrionik akan tumbuh 10-25 embrio yang akan berkembang normal menjadi planlet atau tanaman kecil.
Aplikasi bioreaktor untuk produksi benih
Teknologi kultur jaringan yang umum digunakan adalah menggunakan media mengandung agar sebagai pemadat. Teknologi ini memerlukan sejumlah besar botol kecil atau petridish dan tenaga pekerja yang banyak. System ini memerlukan beberapa kali proses subkultur, energi dan tenaga yang lebih banyak, dan ruang kultur yang besar menyebabkan rendahnya efisiensi perbanyakan dan ongkos produksi yang besar.
Istilah bioreaktor digunakan untuk menggambarkan sebuah tempat untuk melakukan reaksi-reaksi biologi atau sebagai wadah kultur sel secara aerobic. Metode ini dalam waktu yang lama telah digunakan oleh industi mikrobia dan metabolit tanaman. Usaha pertama kali mengalihkan fungsi alaminya tersebut kepada perbanyakan tanaman dilaporkan oleh Takayama pada 1981 yang bekerja untuk perbanyakan Begonia. Saat ini, teknologi bioreaktor telah berkembang dengan pesat dan diaplikasikan untuk produksi massal tanaman apel, Spathiphyllum,Chrysanthemum, Eleutherococcus, Siberian Ginseng, dan dan sejumlah tanaman lain.
Penelitian pada tanaman jeruk (Citrus deliciosa) menggunakan temporary immersion system menunjukkan bahwa bioreaktor menghasilkan lebih banyak embrio somatik dan persentase konversi pembentuk kotiledon yang lebih tinggi dibanding metode shake culture. Sebanyak 6700 embrio somatic/ 1 gram kultur kalus embriogenik (Cabasson et al., 1997).
Penggunaan bioreactor pada metode SE di Balitjestro
Selama beberapa tahun terakhir, Balijestro telah melakukan penelitian berkaitan dengan aplikasi embriogenesis somatik untuk memproduksi benih jaruk. Sampai saat ini, Balitjestro telah menghasilkan protocol untuk menginduksi embrio somatic jeruk dan memultiplikasikannya baik batang bawah maupun batang atas. Beberapa varietas jeruk yang telah dimultiplikasi melalui SE antara lain JC, Keprok Batu55, keprok Garut, Keprok Borneo Prima, Keprok Madu Terigas, Siam Kintamani, Siam Pontianak, Manis Pacitan dan Pamelo Nambangan. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa dalam satu bioreactor mampu menghasilkan 100.000 embrio dengan peningkatan sebanyak 200% selama 8 minggu.
Selain itu, hasil pengujian menunjukkan bahwa tanaman hasil SE bersifat true to type dengan tanaman induknya, dan yang paling penting adalah bawa teknologi SE mampu membebaskan benih dari penyakit yang disebabkan oleh virus.
Prospek perbenihan jeruk hasil perbanyakan SE : Penyambungan batang atas pada batang bawah hasil SE
Teknologi perbanyakan masal melalui embriogenesis somatik (somatic embryogenesis) merupakan teknologi terbaik untuk menghasilkan benih tanaman yang seragam dan sama dengan induknya. Namun demikian, produk akhir yaitu tanaman bisa dimanfaatkan dengan optimal sangat tergantung pada kesuksesan di beberapa tahapan, salah satunya adalah fase aklimatisasi yang menentukan persen tanaman yang hidup serta tumbuh dan berkembang dengan optimal secara ex vitro.
Pada tanaman jeruk penggunaan batang bawah tetap merupakan hal yang penting. Lebih lanjut lagi, adanya karakter juvenil merupakan hambatan yang besar dalam perbanyakan jeruk melalui teknologi SE. Untuk memecahkan permasalahan tersebut di atas, Balitjestro telah mengembangkan teknik grafting embrio dan planlet. Teknik tersebut dianggap lebih simpel dan lebih cepat dibanding teknik tradisional karena adanya pengurangan waktu di tahapan in vitro dan aklimatisasi, tidak ada permasalahan serangan jamur atau phytoptora, pertumbuhan tunas juga akan lebih cepat. Batang bawah dan batang atas yang digunakan berasal dari perbanyakan SE.
Pada tanaman jeruk penggunaan batang bawah tetap merupakan hal yang penting. Lebih lanjut lagi, adanya karakter juvenil merupakan hambatan yang besar dalam perbanyakan jeruk melalui teknologi SE. Untuk memecahkan permasalahan tersebut di atas, Balitjestro telah mengembangkan teknik grafting embrio dan planlet. Teknik tersebut dianggap lebih simpel dan lebih cepat dibanding teknik tradisional karena adanya pengurangan waktu di tahapan in vitro dan aklimatisasi, tidak ada permasalahan serangan jamur atau phytoptora, pertumbuhan tunas juga akan lebih cepat. Batang bawah dan batang atas yang digunakan berasal dari perbanyakan SE.
Post a Comment