Permasalahan utama yang dihadapi petani dalam pemanfaatan lahan alang-alang
adalah tidak tersedianya modal awal terutama untuk eradikasi alang-alang dan
pengolahan lahan sampai siap tanam, yaitu sekitar Rp. 650.000 – Rp 1.000.000,-. Akibatnya mereka mencari
alternatif lain seperti perladangan berpindah atau pekerjaan di luar pertanian.
Puslitbangtanak-Badan Litbang Pertanian, telah menghasilkan beberapa
teknologi untuk rehabilitasi lahan alang-alang sehingga menjadi lahan produktif
untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian. Namun, umumnya teknologi
tersebut membutuhkan input dan modal yang cukup besar sehingga tidak terjangkau
oleh petani kecil. Oleh karena itu, tanpa adanya intensif yang diberikan
pemerintah kepada para petani atau adanya investor yang ingin
mengembangkan lahan, maka lahan
alang-alang tersebut tidak akan tersentuh dan mungkin akan bertambah luas.
Bertitik tolak dari hal tersebut, Dirjen Pengembangan Sumberdaya Kawasan Transmigrasi,
Direktorat Bina Cipta Keserasian Lingkungan, telah melaksanakan kegiatan
rehabilitasi dan pemanfaatan lahan alang-alang untuk pengembangan pertanian untuk
jagung dan pisang bekerja sama dengan Badan Litbang Pertanian terutama untuk teknologi
rehabilitasi lahan dan peningkatan produktivitas lahannya. Kegiatan dilaksanakan
di Desa Jilatan Alur, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan
Selatan, pada lahan alang-alang (lahan usaha I) milik petani transmigran seluas
30 ha. Kegiatan tersebut melibatkan 7 kelompok Tani yang terdiri dari 60 KK, masing-masing
KK mengelola lahannya seluas 0,5 ha. Total KK di desa tersebut sekitar 300 KK,
di mana hampir seluruh lahan usaha I dan II-nya belum dimanfaatkan dan masih
berupa lahan alang-alang.
Lahan alang-alang tersebut tidak hanya terdapat di desa dan kecamatan itu,
tetapi juga di sepanjang Kecamatan Kintap, Jorong, Asam-asam, Sungai Danau
(Kabupaten Tanah Laut), Sebambam, Pagatan dan Batu Licin (Kabupaten Tanah
Bumbu). Permasalahan utama yang dihadapi petani dalam pemanfaatan lahan
tersebut adalah tidak tersedianya modal awal sampai lahan siap tanam. Apabila
kendala ini dapat di atasi, maka potensi pengembangan pertanian di lahan
alang-alang ini cukup besar. Luas lahan alang-alang di Kalimantan Selatan ini
mencapai 525.000 ha. Apabila lahan ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
pertanian terutama komoditas jagung, maka kebutuhan pakan ternak di seluruh
Kalsel sebesar 60.000 ton dapat dipenuhi.
Produksi jagung yang ada saat ini baru sekitar 47.000 ton yang dpasok dari
3 Kabupaten Takisung, Tanah Laut, Tanah Bumbu. Hasil jagung di bekas lahan
alang-alang ini cukup baik sekitar 4-5 ton/ha pipilan kering. Melihat potensi
lahan alang-alang untuk pengembangan
pertanian cukup besar di Kabupaten Laut tempat lainnya juga tersedianya tenaga
kerja dan sarana transportasi yang memadai khususnya di daerah transmigrasi,
maka pola atau model pengembangan pertanian tersebut di atas perlu ditumbuh
kembangkan secara meluas. Sebagai ilustrasi, di Desa Jilatan Alur sendiri, masih tersedia lahan
cukup luas baik itu lahan usaha I (0,5 ha) maupun lahan usaha II (1 ha), yaitu
lahan milik sekitar 240 KK yang belum tersentuh program ini. Apabila masih
tersedia dana pemerintah (pusat maupun daerah) ataupun pihak swasta (investor),
sebaiknya kegiatan ini terus dikembangkan ke lokasi lainnya.
Status kepemilikan lahan alang-alang di antaranya milik (1) petani
transmigran, (2) tanah ulayat, (3) tanah negara (bekas kebakaran hutan), (4)
swasta (HGU), (5) masyarakat umum. Guna perluasan areal pertanian dalam skala
usaha kecil, lahan milik petani transmigran lebih mudah untuk dikembangkan,
karena status lahan sudah jelas, mudah dikoordinasi, tersedia tenaga kerja dan infrastruktur, hanya saja modal awal tidak
tersedia untuk eradikasi alang-alang sampai siap tanam (Rp 650.000 – Rp 1.000.000,-).
Untuk skala usaha perkebunan besar, selain lahan milik transmigrasi dan masyarakat
umum, dapat juga menggunakan tanah ulayat ataupun tanah negara, hanya saja
perlu waktu lama dan biaya yang cukup besar untuk mengkoordinasikan baik aspek teknis
maupun non teknis.
Apabila perluasan areal pertanian dan rehabilitasi alang-alang ini
diserahkan sepenuhnya ke masyarakat petani, nampaknya akan sulit terlealisir
dan berkembang, pengalaman menunjukkan selama 20 tahun sejak penempatan
transmigran sampai saat ini lahan belum dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu,
peran serta pemerintah (pusat atau daerah) atau swasta (investor) mutlak
diperlukan untuk pemanfaatan lahan alang-alang ini, terutama lahan milik petani
transmigrasi.
Tabel 1. Luas lahan terlantar di beberapa propinsi yang telah diidentifikasi dan berpeluang untuk perluasan
areal pertanian
A n n y M u l y a n i
Penulis dari Puslitbangtanak
Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 30 maret 2005
Post a Comment