Salah satu faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan di Indonesia selain pengalihan lahan pertanian produktif menjadi lahan perumahan dan bisnis lain yang tidak berimbang dengan pembukaan lahan pertanian baru yang tidak merusak alam dan ekosistem, juga belum optimalnya eksplorasi potensi genetik tanaman pangan salah satunya tanaman padi.
Padi Hibrida berpotensi dikembangkan untuk dapat mengatasi kemandekan produktivitas padi, tanaman padi hibrida merupakan tanaman hasil dari persilangan dua atau tiga varietas/galur untuk menghasilkan suatu heterosis (daya gabung) sehingga tanaman hibrida tersebut menjadi lebih baik dari tanaman asalnya.
Padi hibrida dihasilkan melalui pemanfaatan heterosis turunan pertama (F1) dari hasil persilangan antara dua induk yang berbeda. Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor (berkekuatan), tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak dan bulir buah lebih lebat sehingga hasil produktivitas 1 ton per hektar lebih tinggi dibanding dengan varietas unggul biasa (inbrida). Sayangnya keunggulan tersebut tidak diperoleh pada populasi generasi ke dua (F2) dan seterusnya. Oleh karena itu produksi benih F1 dalam pengembangan padi hibrida memegang peranan penting dan strategis.
Dari pengujian dan evaluasi galur tertua dan hibrida introduksi diperoleh beberapa hibrida harapan. Pada awal tahun 2002 telah dilepas padi varietas Maro dan Rokan, namun kedua varietas tersebut relatif peka terhadap hama dan penyakit utama. Oleh karena itu pengembangannya perlu diarahkan pada lahan subur, dengan pengairan terjamin dan bukan di daerah endemi hama atau penyakit.
Saat ini pemerintah sudah melepas lebih dari 30 galur padi hidbrida potensial yang mampu berproduksi lebih dari 8 ton per hektar bahkan ada yang mempunyai potensi hasi sampai 12 ton per ha, jauh lebih tinggi dibandingkan denga IR64. Cuplikan dari catatan Prof.Dr.Sholahuddin A. pada tabloid Media Saran Tani.
Post a Comment